WFL Batch 4

Sedikit berbeda dengan Weaving for Life Batch 1 sampai 3, Weaving for Life Batch 4 ini mengiringi program GEF-SGP yang sudah memasuki fase 6 dan bergerak ke pulau-pulau kecil di Indonesia bagian timur. Selain itu juga bersaman dengan inisiasi Exit Program oleh Terasmitra sebagai wadah eks-grantee dari GEF SPG Indonesia agar bisa lebih mandiri dalam menjalankan lembaga.

Lokasi Weaving for Life Batch 4 diadakan di 3 lokasi utama yaitu Pulau Kaledupa, Wakatobi, Sulawesi Tenggara; Pulau Semau, Nusa Tenggara Timur; dan Pulau Nusa Penida,Bali; serta lokasi pendukung yaitu Desa Bayan, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat.

Weaving for Life Batch 4: Kaledupa, Wakatobi, Sulawesi Tenggara

Kain tenun Wakatobi memiliki motif khusus dan aturan dalam pemakaian yang masih dipatuhi sampai saat ini. Motif untuk laki-laki dan perempuan dibedakan mulai dari akses tenunnya. Juga besaran pinggiran kain yang bisa membedakan starta sosial pemakainya.

Oleh karena itu, kegiatan Weaving for Life di Kaledupa difokuskan pada pengembangan motif tenun baru yang nantinya akan diproduksi menjadi produk turunan agar tidak menyalahi pemakaian tenun motif tradisional.

Hasil tenunan baru berupa shawl dengan lebar 15 cm dan panjang 200 cm sangat menarik minat wisatawan yang datang ke Pulau Kaledupa, karena bisa hanya untuk akses saja dan tidak berupa kain lembaran besar yang mahal.

Weaving for Life Batch 4: Desa Uiasa, Pulau Semau, Nusa Tenggara Timur

Kain tenun di Pulau Semau lebih lekat dengan tenun ikat dibandingkan dnegan teknik Sotis dan buna. Motif dan penggunaannya pun juga lebih umum. Hanya sarung untuk laki-laki ada bagian putih polos di antara 2 kain ikat di bagian atas dan bawah. Sedangkan sarung untuk perempuan semuanya penuh dnegan tenun ikat. Yang paling mencolok dari motif khas dari Pulau Semau ini adalah motif belah ketupat yang selalu ada di setipa tenunan. Bentuk belah ketupat ini harus selalu ada di setiap motif kain tenun ikat dari Pulau Semau meskipun besar kecilnya tidak ditentukan.

Weaving for Life di Pulau Semau  mendorong para penenun untuk mengembangkan motif baru, meskipun ada motif khusus yang selalu mengikuti.

 

 

Weaving for Life 4: Tanglad, Nusa Penida, Bali

Nusa Dua memiliki kain tenun khas yang namanya Cepuk. Motif ini berbeda dengan ikat, endek, tingsel, poleng yang lebih banyak ditemui di Bali, Kain tenun Cepuk ini hanya bisa ditemui di Nusa Penida. Kain ini dulunya umum menggunakan pewarna alam, tetapi saat ini lebih banyak diwarnai dengan bahan pewarna sintetik. Penenun di Desa Tanglad, ingin mengembalikan kain tenun Cepuk ini kembali diproduksi dengan menggunakan pewarna alami.

Jadilah kegiatan di Tanglad focus pada pengembangan pewarna alam khususnya biru dan merah. Para penenun belajar menggunakan pewarna biru dari daun indigofera tinctoria yang banyak ditemui di tepi pantai dan warna merah didapat dari kulit akar mengkudu yang harus melalui proses perminyakan selama 2 minggu untuk hasil yang maksimal.

Weaving for Life 4: Desa Bayan, Lombok Utara , Nusa Tenggara Barat

Desa Bayan di Lombok Utara adalah desa adat yang masih erat menjaga budaya, terutama upacara-upacara adat yang berhubungan dengan agama, pernikahan, kelahiran maupun kematian. Di setiap upacara ini pula, masayarakat Desa Bayan akan menggunakan kain tenun tradisional khas Bayan untuk pakaian juga penutup kepala.

Dengan motif kain yang warna-warni, kain tenun Bayan ini menyimpan potensi untuk dikembangkan lebih jauh menjadi produk turunan. Sehingga, sebagai lokasi pendukung program, kegiatan di Desa Bayan lebih menitikberatkan pada pengembangan produk turunan.