WFL Batch 1

Weaving for Life dicetuskan pertama kali oleh Lawe dan didukung oleh GEF SGP (Global Environment Facility- Small Grant Programme) Indonesia. Bermula dari cerita masyarakat Tiga Batu Tungku, yaitu Suku Molo, Amanatun dan Amanuban, di Kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT yang mempergunakan tenun tradisional sebagai salah satu ‘media’ mengusir tambang marmer dari wilayah mereka. Tenun di wilayah tersebut memiliki cerita sejarah yang luar biasa dan merupakan media ekonomi bagi perempuan untuk membantu keluarga, juga media untuk menyuarakan kepentingan perempuan. Sayang nilai jualnya masih rendah dan mutunya pun ada yang masih kurang baik.
Kegiatan awal Weaving for Life dimulai dengan menggandeng tiga desainer muda asal Yogyakarta. Mereka adalah Lia Popperca, Lulu Lutfi Labibi, dan Dede Bastam yang secara khusus mendesain karya busana mereka dengan menggunakan bahan dasar kain khas Molo, Amanatun, dan Amanuban. Hasil keuntungan penjualan baju-baju tersebut digunakan untuk meningkatkan mutu tenun di ketiga wilayah tersebut dengan pembelian benang dan pewarnaan yang tidak luntur juga pembelian mesin jahit untuk membuat produk turunan tenun.